JAKARTA | buser-investigasi.com
Para ahli hukum pidana memastikan UU KUHP Terbaru yang menyatakan napi hukuman mati tak bisa langsung dieksekusi tak berlaku bagi Ferdy Sambo. Diketahui, Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas kasus pembunuhan Yosua Hutabarat, Senin (13/2) kemarin.
Usai vonis hukuman mati itu muncul polemik bahwa Ferdy Sambo tak bisa langsung dieksekusi mati lantaran ada UU KUHP terbaru yang menyatakan napi hukuman mati tak bisa langsung dieksekusi.
Namun membiarkan Napi itu menjalani masa 10 tahun untuk mengubah perilakunya. Jika perilaku berubah menjadi baik, maka eksekusi mati batal dilakukan dan menjadi penjara seumur hidup.
Ferdy Sambo disebut tidak akan menjalani hukuman mati jika berkelakuan baik sesuai dengan aturan baru pidana percobaan 10 tahun dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, hal itu dibantah pakar hukum.
Pakar hukum menilai, aturan tentang pidana percobaan 10 tahun terkait hukuman mati dalam KUHP yang baru tidak bakal berlaku bagi Ferdy Sambo. Hal itu dikatakan ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Senin (13/2).
"KUHP baru belum bisa digunakan karena peristiwanya terjadi sebelum adanya KUHP baru dan bertentangan dengan asas legalitas," katanya.
Dikatakannya, aturan tentang vonis mati dan pelaksanaannya terhadap Ferdy Sambo masih tetap mengacu kepada KUHP yang lama. Menurutnya, jika aturan tentang hukuman mati dalam KUHP baru diterapkan terhadap Ferdy Sambo justru akan menimbulkan permasalahan hukum. "Bertentangan dengan asas legalitas jika KUHP baru diberlakukan," jelasnya.
Sementara, pendapat sama juga dikatakan ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa. Dikatakannya, aturan pidana mati dalam KUHP terbaru tidak bisa diterapkan kepada Ferdy Sambo.
"Masih tetap mengacu pada KUHP lama karena KUHP baru akan berlaku 3 tahun yang akan datang," katanya.
Selain itu, Undang-Undang KUHP disahkan pada 6 Desember 2022 lalu baru diberlakukan pada Januari 2026.
Sebab, dalam UU KUHP itu terdapat aturan yang memberikan masa tenggang 3 tahun sebelum KUHP lama yang saat ini masih digunakan dinyatakan tidak berlaku.
Di Pasal 100 Ayat (1) UU KUHP disebutkan hakim bisa menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun dengan mempertimbangkan tiga hal.
Pertimbangan itu adalah rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, peran terdakwa dalam tindak pidana, atau alasan yang meringankan. Artinya, KUHP baru mengatur bahwa terpidana hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Mereka memiliki hak untuk menjalani masa percobaan dengan penjara selama 10 tahun.
“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” sebagaimana dikutip dari KUHP Nasional. Pasal 100 ini juga menyatakan masa percobaan dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Jika selama menjalani masa percobaan terpidana menunjukkan sikap terpuji, maka pidana mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Selain itu, jika selama menjalani masa percobaan itu terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka ia akan dieksekusi.
“Pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” sebagaimana dikutip dari Ayat (5) Pasal 100 tersebut.
Pasal 101 KUHP Nasional menyatakan, jika permohonan grasi terpidana mati ditolak presiden, dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati bisa diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati terhadap Sambo.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa saat membacakan amar putusan Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin. (*/trc)