Bacakada Bersolek Bagaikan Merak Jantan |
Oleh Bachtiar Sitanggang
Munculnya bakal calon Kepala Daerah (Bacakada) gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota seluruh Indonesia saat ini, dapat diumpamakan perilaku burung merak jantan, yang memamerkan kebolehan dan keindahan ekornya untuk menawan hati burung merak betina.
Kebiasaan burung merak, apabila sudah tiba musim kawin, jantan akan memekarkan ekornya dan memamerkan keindahan serta kemegahannya dengan mengibas-ngibaskan bulu-bulu ekornya agar menghasilkan bunyi-bunyian untuk menarik perhatian merak betina.
Sang betina akan mencari bunyi-bunyian tersebut sekaligus memilih pejantan dengan yang mana dia bercinta.
Para Bacakada di seluruh Indonesia kelihatannya saat ini masih seperti perilaku burung merak itu sampai tanggal 27-29 Agustus 2024 waktu pendaftaran pasangan calon berlangsung, sebagaimana diatur PKPU No. 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2024.
Menajadi Bacakada memang harus memiliki nyali besar, sebab banyak faktor menyertainya, selain kemauan juga kemampuan. Tidak banyak orang seperti orang tertentu, walau tidak mampu menurut ukuran umum, namun faktor keluarga, relasi dan dana dengan mudah meraih suara dan menduduki singgasana, walau karyanya seolah tidak terasa.
Tentang Bacakada, kita ambil contoh Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah (Ijeck) pada lima tahun lalu berpasangan, Pilkada 2024 ini pecah kongsi Keduanya masih mencari bakal calon pasangan juga partai politik “perahu” pendukung.
Ijeck Ketua DPD Partai Golkar masih menunggu, apakah dirinya akan diusung partainya atau Bobby Nasution, Walikota Medan sekarang yang juga menantu Presiden Joko Widodo? Karena DPD dan DPC hanya mengusulkan saja, keputusan menentukan adalah DPP Partai, contohnya Gibran Rakabuming Raka yang semula tidak dicalonkan DPC PDIP Solo, tapi karena diputuskan DPP PDIP terpaksa kader partainya yang sudah diusulkan dibatalkan.
Oleh karenanya, walaupun berduyun-duyun mendaftar ke kantor partai-partai di Samosir, perjalanan masih panjang, dan mungkin saja itu bagaikan bulu ekor burung merak jantan.
Mencari pasangan calon penuh perhitungan, kemampuan intelektual, manjerial, finansial serta popularitas.
Berpengalaman administrasi pemerintahan atau tidak, berpendidikan tinggi kalau di laboratorium sulit juga menyesuaikan diri. Dana tersedia juga perlu ditelusuri sumbernya jangan terkait pencucian uang, jangan membuat kesulitan di kemudian hari.
Barangkali khusus untuk Samosir yang paling dibutuhkan adalah pengenalan dan pemahaman daerah, sungguh tragis mengenal daerah menjelang Pilkada, sebab yang bersangkutan akan menggapai dalam lumpur tidak akan tau berbuat apa-apa.
Oleh karenanya, ada benarnya yang disuarakan di era Orde Baru dengan “putera derah” terutama untuk Samosir. Bagaimana membangun, kalau seorang Bacakada berkunjung ke Samosir hanya pada saat “tardidi (baptis) dan waktu “marujung ngolu (wafat) ompung”nya serta sesekali libur bersama keluarga ke Danau Toba. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari tokoh seperti itu, kecuali punya ilmu “sim salabim”.
Bercermin dari daerah bahwa pengalaman sebagai pamongpraja sangat penting dalam mengelola pemerintahan daerah.
Mudah-mudahan para Bacakada sadar bahwa penduduk Samosir itu 143.944 jiwa (30 Juni 2023) bagaimana melayani dari sejak terbit matahari sampai terbenam. Mengurus perusahaan itu ada ilmunya, tetapi untuk mengurus manusia harus dengan nurani penuh, kecuali tidak takut akan Tuhan.
Kita berharap para “parhobas” (meminjam istilah para cabup di Samosir) hendaknya tidak “tipsani”(tipu sana sini) benar-benarlah berbuat semampunya dengan tulus dan ikhlas.
Khusus Samosir, Bacakada masih cair, belum dapat teridentifikasi mana menjadi “merak jantan” dan yang mana akan menjadi “merak betina”. Semuanya pendaftar ke partai-partai menjadi Bacabup, tidak ada yang mengaku menjadi Bawabup.
Menurut berita/informasi sampai saat ini ada dua paslon yang muncul yaitu Vandiko Timotius Gultom dan Martua Sitanggang sebagai petahana, tetapi belum mendeklarasikan diri tetap dua sejoli atau pecah kongsi. Kalau solid keduanya telah di depan selangkah dibanding bacabup lain, sudah saling mengetahui tinggal mensinkronkan.
Kemudian Bacabup/wabup Edison Sinaga dan Valdo Simbolon. Tapi Edison Sinaga belum sepenuh hati, sebab alumni ITB dan pengusaha sukses di bidang migas ini masih sekedar memantau situasi dan ingin tahu mengapa namanya dimunculkan teman-tamannya di Pilkada Samosir, tetapi dia telah mengambil formulir dari partai.
Ketua Umum PTSB se-Indonesia ini mengakui bahwa namanya sudah marak diperbincangkan di kalangan Marga Tulangnya Simbolon untuk bacabup Samosir.
Menurut informasi, Edison kalau benar-benar maju akan berpasangan dengan Valdo Simbolon, anggota DPRD Samosir terpilih dari PDIP.
Selain yang dua bapaslon ini, masih menuunggu waktu dan proses, apakah “merak jantan” atau burung “merak betina” atau bahkan penggembira demokrasi saja alias “meramaikan”.
Tidak hanya di Samosir, hampir di semua proses pemungutan suara dan pencalonan selalu “lebih panas semporong dari lampu”, dengan berbagai motivasi yang “menyuruh mencalonkan”, “mendorong mencalonkan” dan semua terserah yang “dicalonkan” mengukur bajunya tidak menggunakan ukuran orang lain, tetapi yang penting adalah keikhlasan dan kejujuran serta jangan menutup jalan bagi orang lain, dan berlomba-lombalah membuat kebajikan. (**)