Camat Tanjung Morawa, Ibnu Hajar, Dituding Alergi Konfirmasi Wartawan |
Deliserdang | buser-investigasi.com
Pemberitaan mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Camat Tanjung Morawa, Ibnu Hajar, terhadap kepala desa di wilayahnya terus memanas. Oknum camat ini diduga meminta pungutan sebesar Rp 6,5 juta per desa dengan dalih untuk anggaran Paskibraka. Namun, saat dikonfirmasi oleh awak media, Ibnu Hajar justru beberapa kali memblokir nomor WhatsApp wartawan, menunjukkan sikap yang seolah-olah alergi terhadap transparansi.
Sikap tidak kooperatif dari Ibnu Hajar ini menuai kritik keras dari masyarakat, yang mempertanyakan transparansi penggunaan dana pungutan tersebut. Banyak pihak menilai bahwa tindakan Ibnu Hajar tidak mencerminkan integritas seorang pejabat publik yang seharusnya terbuka dan jujur kepada masyarakat.
Andi (39), salah satu warga Tanjung Morawa, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memeriksa oknum camat tersebut. “Jika terbukti melakukan pungli, harus segera ditangkap dan dipenjarakan. Kami juga mendesak PJ Bupati Deliserdang, Ir. Wiriya Alrahman, MM, untuk mencopot Camat Ibnu Hajar karena tidak layak memimpin Kecamatan Tanjung Morawa,” tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah kepala desa di Kecamatan Tanjung Morawa mengeluhkan kebijakan Ibnu Hajar yang dianggap memberatkan. Mereka dipaksa menyetor uang sebesar Rp 6,5 juta per desa untuk keperluan Paskibraka. Salah satu kepala desa yang enggan disebut namanya mengungkapkan, "Kami dipaksa untuk membayar Rp 6,5 juta, dan camat meminta agar dana tersebut diambil dari Anggaran Dana Desa (ADD). Ini sangat memberatkan."
Ibnu Hajar juga diduga melibatkan lembaga pelatihan Trimitra, yang mengharuskan para kepala desa mengeluarkan biaya besar. Dengan alasan pelatihan penguatan ideologi Pancasila dan karakter kebangsaan bagi anggota Paskibraka pada peringatan HUT RI ke-79, setiap desa dibebani pungutan tersebut.
Kepala desa semakin curiga bahwa Ibnu Hajar memanfaatkan momen HUT RI untuk menggalang dana dari desa melalui lembaga Trimitra. "Tahun lalu kami hanya diminta berpartisipasi sebesar Rp 500 ribu. Tapi tahun ini, angkanya melonjak drastis menjadi Rp 6,5 juta. Kami merasa terbebani," ungkap beberapa kepala desa.
Di Kecamatan Tanjung Morawa terdapat 25 desa dan satu kelurahan. Jika setiap desa diwajibkan menyetor Rp 6,5 juta, maka dana yang terkumpul mencapai Rp 162,5 juta, belum termasuk sumbangan dari para pengusaha.
Camat Tanjung Morawa, Ibnu Hajar, saat dikonfirmasi mengakui adanya kutipan sebesar Rp 6,5 juta tersebut. Ia menjelaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk pelatihan dan seragam anggota Paskibraka yang diambil dari setiap desa. "Anggota Paskibraka tahun ini tidak direkrut dari sekolah-sekolah, melainkan dari perwakilan desa. Jadi, kepala desa yang harus menyiapkan dana untuk pelatihan dan seragamnya," jelas Ibnu Hajar.
Ia juga mengimbau kepala desa agar mengalokasikan dana tersebut melalui Anggaran Dana Desa (ADD) dan menegaskan bahwa beberapa desa belum melunasi pungutan tersebut.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Deliserdang, Boy Amali, saat dikonfirmasi oleh media menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan ini. "Kami akan cek kebenarannya di lapangan," ujar Boy. (red)